Semakin Menggoda

Di depan sekitar 90 peserta workshop staf kependidikan (tenaga nonedukatif) sebuah fakultas, saya putarkan beberapa cuplikan film sebagai contoh mereka yang punya motivasi tinggi. Saya juga menceritakan yang saya lihat dan dengan sewaktu pelatihan di beberapa perusahaan/instansi pemerintah. Tentang 3 dari 150 peserta pelatihan satu perusahaan yang mengangkat tangan sewaktu saya menanyakan siapa yang tidak merasa bangga bekerja di perusahaan ini. Perusahaan yang telah memberikan gaji, kesejahteraan, dan fasilitas lebih dari ukuran/standar pada umumnya. Perusahaan besar dan bagus yang semestinya memberi rasa bangga bagi setiap SDM-nya.

Yang pertama memberi alasan: bagaimana bisa bangga karena cita-citanya menjadi pegawai negeri, kok tidak terwujud sehingga menjadi pegawai perusahaan swasta. Yang kedua berkata: bagaimana bisa bangga karena tugasnya sekarang tidak seperti yang dicita-citakan. Ia sarjana pendidikan yang bercita-cita menjadi dosen. Kenyataannya, ia menjadi pengawas (supervisor) pemeliharaan mesin-mesin pabrik. Yang ketiga mengatakan: memang gaji tinggi dan dinaikkan. Tetapi, kalau harga-harga juga terus membumbung, apakah kita bisa bangga? Lain lagi yang diucapkan karyawan sebuah rumah sakit pemerintah: apa gunanya bekerja lebih baik. Lha wong yang bekerja baik dan tidak baik ya sama saja yang diperolehnya.

Tinggi rendahnya motivasi memang bisa disebabkan faktor dari luar. Tetapi, juga bisa dari dalam diri sendiri. Menurut para pakar, motivasi tidak bisa ditumbuhkembangkan hanya oleh atau dari satu pihak. Melainkan, dari dua pihak. Faktor penyebabnya harus dicari.

Kata motivasi (menurut kamus Inggris-Indonesia, John M. Echols & Hassan Shadily) berarti dorongan, daya batin, kekuatan yang tumbuh dalam diri. Menurut Richard Denny (Motivate to Win) sebenarnya kita bisa melihat ciri-ciri orang yang punya motivasi rendah maupun tinggi. Kita bisa lihat dari penampilannya (tubuh, wajah, rambut, pakaian, tempat kerja, dll.) terawat atau tidak. Juga dari bahasa tubuhnya. Misalnya, matanya berbinar-binar atau sayu, bergairah atau tidak, langkah kakinya mantap atau loyo dan diseret. Juga sikap/perilaku yang diperlihatkannya. Optimis, suka belajar, mampu berempati, senang bekerja bersama, dll. Atau sebaliknya, pesimis, merasa tidak berguna, kata-katanya selalu sinis, tidak suka menerima/menghadapi perubahan. Opininya selalu negatif, tidak PD, takut gagal, merasa diri tidak penting, merasa lingkungan tidak mendukung, bahkan menentang atau memusuhi, tidak punya harapan dan tujuan mulia.

Mereka yang memiliki motivasi rendah, selain disebabkan faktor luar (virus penyebab demotivasi) juga disebabkan rendahnya ESQ. tidak pernah mensyukuri apapun yang diterima. Tidak pernah menghayati bahwa kerja itu juga amanah dan ibadah. Kita juga perlu memiliki dan meningkatkan citra diri. Kita perlu memberi kebanggaan dan teladan kepada anak-anak kita. Jangan sampai kita kehilangan budaya malu, sebagaimana telah terjadi sekarang ini.

Dekan tidak hanya membuka dan meresmikan pelatihan itu. Melainkan juga bergabung dengan peserta sampai acara berakhir. Dalam sambutannya ia yakin SDM di fakultas ibu benar-benar baik dan berkualitas. Siap menghadapi perubahan globalisasi maupun internasionalisasi. Diharapkan mampu meningkatkan profesionalitas dan efektivitas sekaligus meningkatkan jenjang karier. Karier yang terus menanjak menuju puncak adalah idaman setiap SDM yang punya motivasi. Idaman yang pasti menggoda dan semakin menggoda

Share artikel ini:

Sumber:

Sukartono, M. 2008. Pernik-penik SDM & Dunia Kerja dari Dahsyat Sampai Mak Nyesss…. Yogyakarta : Penerbit ANDI

Butuh bantuan?

Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silahkan hubungi customer service kami dengan menakan tombol dibawah ini

×

Halo!

Silahkan tinggalkan pesan melalui chat Whatsapp atau kirimkan email ke humas.qep@gmail.com

× Contact