Hubungan antara EQ dan SQ untuk Keseimbangan Emosi Manusia
- 30 April 2021
- Posted by: Christa
- Category: Tips & Trik
Kecerdasan emosional yang tidak dibarengi dengan kecerdasan lainnya, tentu akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya maupun orang lain. Begitu juga sebaliknya. Seseorang yang hanya mengandalkan kecerdasan spiritual tanpa mementingkan kecerdasan lainnya pun akan berpengaruh buruk. Namun, lain cerita jika seseorang dapat menyeimbangkan EQ dan SQ secara bersamaan.
EQ yang didasari pada SQ menjadikan hidup dengan orang lain dan diri sendiri lebih baik. Menyeimbangkan keduanya juga dapat menghindari individu dari tindakan yang bersifat destruktif, manipulatif, dan egois tinggi. Seperti apa hubungan antara EQ dan SQ? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Mengenal Spiritual Quotient atau SQ
Dalam realitanya, kehidupan manusia tidak selamanya mulus seperti aspal jalan yang rapi. Ada masalah-masalah mengenaskan yang tentunya pernah dialami setiap manusia di dunia. Anthony Dio Martin dalam bukunya Emotional Quality Management menyatakan, rata-rata manusia modern mengalami dirinya seakan hanya berada di dalam dunia, bukan merupakan bagian dari dunia. Akibatnya, manusia mengalami lemah secara spiritual dan kehilangan makna hidup. Ini merupakan kondisi di mana manusia belum cerdas secara spiritual.
Melihat fenomena tersebut membuat sepasang suami istri, Danah Zohar dan Dr. Ian Marshall mengembangkan kecerdasan spiritual atau dikenal Spiritual Quotient (SQ). Mereka mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual ini melihat dari pengalaman banyak orang yang memiliki IQ tinggi. Semakin banyak orang yang cerdas, tetapi semakin banyak pula kesulitan dan masalah yang timbul. Hal ini karena IQ tinggi tidak dibarengi dengan kebijaksanaan sejati.
Danar Zohar pernah menggunakan simbol bunga teratai yang sering dipakai upacara keagamaan Timur sebagai ilustrasi untuk dasar model berpikirnya. Teratai memiliki lapisan-lapisan, yang diibaratkan sebagai proses dinamika intelektual-mental-spiritual manusia. Lapisan pertama atau paling luar disebut sebagai lapisan pinggir ego (rasional). Lapisan kedua dinamai lapisan penghubung asosiatif (emosional). Kemudian, diikuti lapisan ketiga yaitu lapisan spiritual.
Melalui ilustrasi bunga teratai, mereka mendapatkan pandangan atau pemikiran bahwa manusia bukan hanya berpikir dengan otak. Akan tetapi, manusia juga berpikir dengan emosinya (EQ), yang kemudian disertai dengan kesadaran akan makna serta nilai-nilai kehidupan yang hakiki (SQ).
Ambil contoh, tokoh yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi yaitu Mahatma Gandhi. Perjuangan dari bapak bangsa India ini dihargai dan dikenang oleh penduduk di seluruh dunia. Dalam hidupnya, beliau pernah dipenjara dan dipojokkan oleh kolonialis Inggris. Akan tetapi, Gandhi justru mengajarkan pada manusia untuk tidak saling membenci. Salah satu quote inspiratifnya, “hate the sin, love the sinner” bukan sekadar kata mutiara, melainkan dipraktikkan. Dalam misi kehidupannya, Gandhi justru lebih memilih takut akan Tuhan.
EQ Tanpa Spiritualitas
Manusia sejatinya perlu berhati-hati dengan pertumbuhan EQ yang tidak berlandaskan prinsip spiritual. Faktanya, EQ manusia bisa saja berkembang tanpa memperhatikan aspek-aspek spiritual. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan kekuatan EQ berubah menjadi manipulatif dan destruktif. Kemampuan EQ tinggi ujungnya hanya digunakan untuk membohongi, menipu, membenci, menghancurkan demi kepentingan penguasa.
Fenomena yang dijelaskan di atas merupakan salah satu contoh manusia yang memiliki EQ tinggi tanpa menyeimbangkan dengan kecerdasan spiritual atau SQ. Martin mengungkapkan bahwa EQ sebenarnya bersinggungan dengan SQ. Tanpa kendali dari SQ, kekuatan EQ berkembang menjadi kekuatan yang jahat dan penuh kepura-puraan. Misalnya, seseorang tampak sopan dan baik hati dari depan. Namun, dari hatinya tidak memiliki motivasi dan niat yang baik untuk berbuat baik.
Spiritualitas menjadi pendorong kualitas emosional manusia. Sehingga, keduanya harus saling bersinergi dan tidak dapat dilepaskan. Jika tidak, maka akan melahirkan manusia dengan EQ tinggi yang manipulatif. Keterkaitan antara EQ dan SQ inilah yang kemudian bersinergi dan dinamai sebagai Emotional Spirituality.
Perlu diketahui, Emotional Spirituality yang baik akan menghasilkan sikap dan perilaku yang positif dengan dasar nilai-nilai keutamaan. Emotional Spirituality merupakan dasar bagian emosi-emosi ilahi, yang berkembang pada diri manusia. Hal ini karena setiap orang percaya bahwa manusia merupakan salah satu ciptaan, gambaran dari citra Allah sendiri.
Menjadi Makhluk Spiritual yang Memiliki Emosi
Manusia merupakan makhluk spiritual yang memiliki emosi, bukan makhluk emosional yang memiliki dimensi spiritual. Maka dari itu, hampir setiap ajaran agama besar mengajarkan manusia untuk membebaskan diri dari emosi-emosi destruktif yang dapat mengungkung tujuan hidup manusia, di mana seharusnya kembali kepada penciptanya.
Deepak Chopra dalam bukunya yang berjudul The Seven Spiritual of Laws, menuliskan tujuan kehidupan manusia sebagai bagian dari Hukum Dharma. Ada tiga komponen penting dalam Hukum Dharma, yaitu menemukan diri yang lebih agung dalam diri seseorang; mengekspresikan bakat unik yang diberikan pencipta kepada manusia; dan melakukan pengabdian atau melayani manusia.
Anthony Dio Martin dalam bukunya Emotional Quality Management mengungkapkan bahwa agama-agama besar dapat membebaskan manusia dari ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan. Agama dianggap dapat menawarkan tujuan hidup yang lebih mulia, dan mengatasi emosi-emosi negatif sesaat.
Kesimpulan
Itulah penjelasan mengenai hubungan EQ dan SQ. Sebagai manusia tentunya memiliki sifat kepedulian dan kebaikan hati sebagai wujud nurani seseorang. Ini digambarkan sebagai salah satu bentuk SQ. Sementara, terkadang kebaikan manusia ditutupi oleh sifat buruk seperti ketamakan dan keserakahan.
Di sinilah peran SQ untuk menyeimbangkan EQ, agar bisa mengontrol emosi dan mengetahui etika sesungguhnya dalam hidup. Selain itu kombinasi kedua kecerdasan ini juga membebaskan manusia dari emosi ketakutan, ketamakan, dan tindakan manipulatif.
Membicarakan tentang hubungan EQ dan SQ, penting bagi individu untuk melakukan pelatihan karakter guna menghasilkan sumber daya manusia yang lebih maju dan beretika baik. Biro psikologi berpengalaman, Quantum Edukasindo Paradigma menyuguhkan program demi perkembangan sumber daya manusia. Sebut saja seperti pelatihan dan pengembangan SDM, teamwork, training, leader training, dan lainnya.
Adapun program lainnya yang ditawarkan terkait dengan pengukuran kemampuan individu. Program yang dimaksud antara lain adalah tes IQ online, tes bakat minat, tes kepribadian, hingga tes kecerdasan lainnya. Dengan begitu, individu bisa menjadi karakter yang berkepribadian dan beretika baik, serta menjadi SDM yang maju di dunia kerja ke depannya.
Sumber:
Martin, Anthony Dio. 2003. Emotional Quality Management. Jakarta: HR Excellency.