Mengenal Kecerdasan Emosional, Penentu Kesuksesan Hidup dan Karier
- 25 May 2021
- Posted by: Christa
- Category: Tips & Trik
Kecerdasan bukan hanya diukur dari tes IQ atau intelektual. Faktanya, ada berbagai jenis kecerdasan penting lainnya yang perlu dikembangkan. Salah satunya adalah kecerdasan emosional. Dalam dunia kerja maupun pendidikan, jenis kecerdasan ini sangat diperlukan.
Apabila memiliki EQ tinggi, maka dapat membawa kesuksesan hidup dan kemampuan bersosialisasi yang baik. Untuk penjelasan kecerdasan emosional atau EQ lebih lanjut, simak ulasannya di bawah ini.
Sejarah Munculnya Kecerdasan Emosional
Jauh sebelum dipopulerkan oleh Goleman, konsep EQ pertama kali sempat dikenalkan oleh psikolog asal Amerika, Edward Lee Thorndike pada 1920. Dirinya pernah mengungkapkan konsep yang serupa dengan kecerdasan emosional. Akan tetapi, ia menamainya sebagai kecerdasan sosial atau social intelligence. Konsep kecerdasan sosial terbilang sederhana, yakni kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Ia yakin bahwa kecerdasan ini bisa membawa keberhasilan di setiap aspek kehidupan.
Kemudian pada 1943, David Wechsler selaku ahli intelegensi di bidang psikologi mengatakan bahwa perasaan seseorang dapat menjadi bagian penting dalam kesuksesan hidup. Sayangnya, ia sendiri lebih berfokus pada kecerdasan intelektual atau IQ. Pada 1950, ahli psikologi terkemuka, Abraham Maslow juga menjelaskan hal serupa. Bahkan, Maslow juga menggunakan istilah emotional strength untuk menggambarkan kekuatan emosional.
Maju ke 1985, Wayne Payne dianggap menjadi orang pertama kali yang menggunakan istilah kecerdasan emosional secara formal ke disertasinya. Akan tetapi, dalam majalah Mensa pada 1987, Keith Beasley yang justru dianggap memakai istilah Emotional Quotient. Tidak hanya Beasley dan Payne, ada beberapa ilmuwan yang mengklaim tentang penemuan istilah tersebut. Namun, buktinya belum terungkap sama sekali.
Pada 1990, dua profesor asal Amerika, yaitu Peter Salovey dan John Mayer mengembangkan alat ukur untuk membedakan kemampuan emosi seseorang. Hasilnya, mereka menemukan beberapa orang yang mampu mengenali emosi diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa ada orang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan emosi.
Penemuan kedua profesor tersebut ternyata menginspirasi seorang jurnalis, psikolog, sekaligus penulis psikologi populer, Daniel Goleman dalam menerbitkan bukunya. Pada 1995, Goleman berhasil mempopulerkan kecerdasan emosional lewat bukunya yang bertajuk Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ.
Mengenal Kecerdasan Emosional sebagai Bagian dari Kesuksesan
Pada bagian sejarah munculnya istilah kecerdasan emosional, banyak ilmuwan dan profesor yang mengungkapkan hal sama. Mereka sama-sama menyatakan bahwa perasaan, emosional menjadi bagian maupun aspek penting dalam kesuksesan hidup seseorang. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa kecerdasan seseorang bukan hanya diukur dari tingkat pendidikan maupun intelektual, melainkan emosional pun juga menjadi tolok ukur.
Dikutip dari sebuah buku karya Anthony Dio Martin berjudul Emotional Quality Management, kecerdasan emosional dalam konteks pekerjaan adalah mengetahui apa yang dirasakan seseorang dan orang lain rasakan, serta bagaimana caranya menggunakan informasi dan energi tersebut secara konstruktif. Banyak pengusaha atau pebisnis yang sukses bukan karena kemampuan logikanya, melainkan karena kemampuan emosionalnya seperti mampu melobi orang, hingga menjalin relasi dengan seseorang.
Dalam realitanya, kecerdasan emosional bukan hanya menunjukkan dan mengekspresikan perasaan diri sendiri. Akan tetapi, penting untuk meningkatkan empati, memahami perasaan orang lain agar bisa membantu memecahkan masalah yang dialaminya. Apabila dalam perusahaan tidak menerapkan kecerdasan emosional, maka akan menimbulkan kesalahpahaman, miscommunication, hingga konflik antar pribadi yang disebabkan karena ketidakmampuan dalam menangani masalah emosional.
Pentingnya Faktor Emosi di Kantor
Perlu diketahui, emosi merupakan reaksi seseorang yang manusiawi terhadap suatu situasi. Sehingga tidak ada emosi yang baik maupun buruk. Dari berbagai sumber buku psikologi membedakan emosi menjadi dua jenis, yaitu emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Emosi di kantor bisa dikatakan baik atau buruk tergantung pada akibat yang ditimbulkan dari hubungan seseorang dengan rekan kerja.
Dalam realitanya, banyak pekerjaan yang tidak hanya menuntut kecerdasan intelektual maupun logika. Misalnya profesi customer service, salesperson, public relation, dan lainnya yang membutuhkan komunikasi langsung. Pekerjaan tersebut memungkinkan seseorang untuk menghadapi dan mendengar keluhan para pelanggan. Orang yang bekerja sebagai customer service perlu melihat dan merasakan dari perspektif pelanggan, bukan dari perusahaan saja.
Selain itu, manajer yang baik dalam memimpin adalah yang mampu menggunakan kecerdasan emosionalnya. Manajer seperti ini dapat memahami keluhan para karyawannya, meningkatkan empati, menjaga relasi yang akrab, mengayomi bawahannya, dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa faktor emosi sangat berpengaruh penting bagi kehidupan karyawan di kantor, guna menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan positif.
Namun, tidak sedikit perusahaan yang hanya berorientasi pada penghasilan tanpa mementingkan penerapan kecerdasan emosional. Ada berbagai pengalaman yang pernah dirasakan oleh para karyawan selama bekerja. Misalnya pelanggan atau karyawan yang berpindah ke perusahaan maupun brand lain, karena masalah interpersonal, isu-isu berkaitan dengan manusia, hingga efek stres yang tinggi.
Mengesampingkan faktor-faktor perasaan tanpa memperhatikan bawahannya, maka mengakibatkan munculnya masalah yang tidak diinginkan. Sebut saja seperti hubungan yang rusak antara atasan maupun rekan kerja, konflik berkepanjangan, komitmen rendah, timbul perasaan kecewa, stres, dan burnout yang tidak terbendung.
Kesimpulan:
Itulah penjelasan lengkap mengenai kecerdasan emosional atau biasa disebut sebagai EQ. Dapat disimpulkan bahwa pengontrolan emosi dan peningkatan empati sangat diperlukan selama bekerja. Penerapan EQ tinggi di sebuah perusahaan, tentu dapat menghasilkan suasana kerja yang nyaman dan aman bagi karyawannya. Stres, burnout, dan konflik berkepanjangan juga akan sulit ditemukan apabila atasan dan karyawan mampu menerapkan kecerdasan emosional.
Berbicara tentang kecerdasan emosional, Quantum Edukasindo Paradigma memiliki sebuah pelatihan untuk mengoptimalkan emosional dan pengembangan karakter. Sebagai biro psikologi berpengalaman, Quantum Edukasindo Paradigma telah lama melayani berbagai perusahaan dan klien besar melalui program-program yang ditawarkan, terkait dengan memperbaiki kinerja perusahaan, teamwork, training, pelatihan dan pengembangan SDM, dan lainnya.
Terlebih dari itu, Quantum Edukasindo Paradigma juga menyediakan program pelatihan EQ bagi para pemuda, agar siap memasuki dunia kerja dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial. Adapun program lainnya yang bisa diikuti oleh individu, guna mengetahui seberapa besar kecerdasan, kemampuan, hingga karakteristik. Mulai dari tes IQ online, tes bakat minat, tes kepribadian seperti MBTI, leadership, pendidikan dan pengembangan karakter, dan masih banyak lagi.
Sumber:
Martin, Anthony Dio. 2003. Emotional Quality Management. Jakarta: HR Excellency.