Emosi Sama dengan Marah? Inilah Mitos-Mitos Tentang Emosi yang Perlu Diketahui
- 4 May 2021
- Posted by: Christa
- Category: Tips & Trik
Emosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup manusia. Manusia memiliki berbagai macam emosi yang dikeluarkan setiap harinya. Ragam emosi tersebut menjadikan seseorang seutuhnya. Pada dasarnya, emosi manusia dibagi menjadi enam, yaitu bahagia, sedih, jijik, takut, marah dan terkejut.
Adanya berbagai jenis emosi manusia, munculah variasi mitos mengenai emosi itu sendiri. Sehingga, penting untuk memiliki Emotional Knowledge untuk memahami emosi lebih jelas. Agar bisa meningkatkan pemahaman atau mitos tentang emosi yang keliru, alangkah baiknya untuk melihat pembahasan di bawah ini terlebih dahulu.
Emosi Itu Ada yang Positif dan Negatif
Ilmu psikologi membagi emosi tidak berdasarkan emosi yang positif dan negatif, melainkan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Tujuannya adalah agar individu tidak menolak emosi yang dianggap negatif. Pasalnya, emosi tersebut yang sebenarnya penting untuk keseimbangan tubuh maupun mental.
Pada dasarnya emosi manusia adalah netral. Emosi bisa berubah menjadi positif dan negatif tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Misalnya, emosi manusia yang dianggap buruk atau negatif seperti iri, marah, sedih, tidak selamanya buruk.
Kembali lagi kepada bagaimana masing-masing individu merespon emosi mereka. Jika seseorang merespon emosi yang dianggap ‘buruk’ itu dengan tindakan yang buruk maka emosi tersebut akan berubah menjadi emosi yang negatif. Sebaliknya, jika merespon emosi ‘buruk’ itu dengan tindakan yang positif maka akan berkembang menjadi sesuatu yang konstruktif.
Emosi Itu Sama dengan Marah
Penyalahgunaan kata ‘emosi’ membuat maknanya berkonotasi negatif. Yang muncul di benak masyarakat pertama kali tentang kata ‘emosi’ adalah marah. Faktanya, marah sesungguhnya merupakan salah satu dari banyaknya emosi manusia. Karena itu, penting untuk memahami arti emosi yang sebenarnya, agar tidak terjadi kesalahan yang sama ketika menggunakan kata ‘emosi’.
Emosi Berkepanjangan Disebabkan Oleh Faktor Pengalaman dan Lingkungan
Emosi tidak selalu disebabkan karena faktor pengalaman dan lingkungan. Kenyataannya emosi merupakan sesuatu yang bersifat bawaan. Hal ini merujuk pada studi dan eksperimen terhadap bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya hingga bayi-bayi yang baru lahir.
Menurut penelitian Atkinson&Atkinson, bayi memiliki emosi dasar bawaan yaitu takut, marah, dan senang. Selain itu, bukti psikologi lainnya juga menunjukkan kondisi mental dan emosi ibu hamil dapat mempengaruhi perkembangan emosi seorang anak yang dikandungnya.
Faktor Keturunan Dianggap Sebagai Pemicu atau Penentu Emosi
Emosi tidak disebabkan oleh faktor keturunan ataupun hasil proses bawaan. Namun, dengan adanya budaya, pola pendidikan, dan pengalaman hidup yang memberikan pengaruh besar dalam diri seseorang ketika mengelola dan menyatakan emosinya.
Emosi Mengurangi Kualitas Pengambilan Keputusan
Selama ini anggapan bahwa emosi memengaruhi rasionalitas dalam mengambil keputusan ternyata keliru. Hal ini terbukti saat Antonio Damasio melakukan penelitian terhadap pasien yang mengalami kerusakan otak di bagian prefrontal.
Sang pasien memiliki fungsi IQ yang normal, dapat menganalisis dan berpikir dengan normal. Namun, masalahnya terletak pada saat ia diminta untuk memutuskan hari untuk bertemu kembali dengan dokter yang merawatnya.
Setelah ditelusuri, sang pasien ternyata memiliki kerusakan pada sistem amygdala, sistem pada otak yang mengurusi emosi. Sistem inilah yang menyimpan segala macam memori “yang menyenangkan” dan yang “tidak nyaman” semenjak bayi. Memori ini merupakan pengalaman yang tersimpan dalam diri manusia yang berperan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, penelitian lanjutan yang dilakukan Greenspan, emosi diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana. Contohnya, pertanyaan “Apa kabar?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, individu yang justru harus menilai apakah hari yang dilewati menyenangkan atau tidak. Menyenangkan atau tidaknya pun juga bergantung pada pengalaman yang sudah dilewati untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Karena itu, emosi bukanlah sesuatu yang harus dihindari dalam pengambilan keputusan. Bahkan “wajib hukumnya” jika dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang berhasil. Kualitas seseorang dalam berpikir dan mengambil keputusan pun juga tidak berkurang dengan adanya emosi.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi bukanlah sesuatu yang harus dihindari, dipendam ataupun dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Pengetahuan yang baik tentang emosi ini dapat mematahkan mitos-mitos yang salah mengenai emosi manusia. Kenyataannya, manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari emosi ketika menghadapi suatu situasi. Emosi yang dimiliki manusia terbukti berperan aktif dalam pengambilan keputusan.
Penting bagi individu untuk melatih dan mengembangkan pengelolaan emosi selama bekerja maupun dalam beraktivitas sehari-hari. Sebuah biro psikologi berpengalaman, Quantum Edukasindo Paradigma siap membantu individu dalam mengembangkan karakter melalui pelatihan emosi dan SDM. Adapun program penunjangnya yang ditawarkan, yaitu pelatihan EQ serta pelatihan dan pengembangan SDM.
Tidak lupa, Quantum Edukasindo Paradigma juga menghadirkan program lainnya untuk mengukur kemampuan dan kecerdasan yang dimiliki individu. Sebut saja seperti tes IQ online, tes bakat minat, tes kepribadian MBTI, dan lain-lain. Beberapa tes ini berguna sebagai indikator masuk ke dunia kerja.
Sumber:
Martin, Anthony Dio. 2003. Emotional Quality Management. Jakarta: HR Excellency.